Anton Medan : Mantan Rampok dan Bandar Judi yang jadi Da'i

December 28, 2010 ・0 comments


 Mantan Rampok dan Bandar Judi yang Jadi Da'i


 

TAN HOK LIANG adalah nama asli Anton Medan. Ia lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara 1 Oktober 1957. Di usia 8 tahun, ia harus berhenti sekolah karena permintaan ibunya untuk membantu berjualan kue. Ia hanya mengenyam bangku Sekolah Rakyat (SD, red) selama 7 bulan, dan belum bisa membaca dan menulis.

Menginjak usia 12 tahun, Kok Lien (panggilan kecilnya) menjadi anak terminal Tebing Tinggi, menjual jasa mencarikan penumpang bagi sopir. Kok Lien dikenal rajin. Banyak sopir terminal senang dan memanggilnya Cina Tongkol (Cintong).


Tapi tak semua sopir menghargai kerja kerasnya. Suatu ketika ada seorang sopir tidak memberinya upah. Kok Lien protes. Tapi sopir itu malah marah. Terjadilah perang mulut. Tak sabar, Kok Lien mengambil sebuah balok kayu dan menghantam sekuat tenaga. Sopir itu pun tersungkur. Kok Lien lari. Tapi polisi menangkapnya.


Tahun 1970 Kok Lien merantau ke Terminal Amplas Medan. Usianya baru 13 tahun. Di Medan ia bekerja sebagai pencuci bus. Seperti di terminal Tebing Tinggi, ia dikenal rajin. Dalam satu hari ia bisa membersihkan 3-5 badan bus yang berdebu.


Seolah tak putus dirundung masalah, di terminal ini uangnya dicuri. Menyadarinya Kok Lien gelagapan. Setelah dilidiki, ia menemukan pencurinya dan menegurnya. Tapi si pencuri malah marah dan memukulnya. Orang-orang berdatangan, tapi tak ada yang melerai. Di saat tersudut, Kok Lien melihat sebilah kapak bergerigi yang biasa digunakan membilah es, tergeletak tak jauh darinya. Secepatnya ia ambil dan menghunjamkannya ke wajah lawannya. Seketika lawannya roboh. Kok Lien lalu ditangkap polisi dan dipenjara selama 4 tahun di LP Tiang Listrik, Medan.


Menginjak usia 17 tahun Kok Lien bebas. Ia gembira dan segera pulang, melepas rindu kepada keluarga. Tapi sayang, sampai di rumah ibunya hanya memberi waktu 2 jam untuk melepas rindu. Ibunya malu kepada tetangga. Dengan berat hati, Kok Lien melangkah pergi.


Di tengah kegalauan, ia ingat pamannya yang ada di Jakarta. Ia ingin menjumpainya dan meminta bantuan mencari pekerjaan. Tapi sayang, ia tidak tahu alamat persisnya. “Saya tak tahu alamatnya, tapi saya nekad ke Jakarta,” katanya.


Tiba di Jakarta, harapan yang ia pupuk selama perjalanan hancur berantakan. Kurang lebih 7 bulan ia mencari rumah pamannya. Tapi setelah bertemu, ternyata pamannya tidak mengakuinya sebagai kemenakan. Malah menistakannya. Begitu pun adiknya. Ia tercampakkan. Ia kecewa. Di tengah kekecewaan yang mendalam, ia bertemu kenalannya di simpang jalan yang berpenampilan parlente. Temannya baru saja menjambret. Mendengar cerita temannya, ia tertarik. Akhirnya, ia menjual celana kesayangannya demi sebuah pisau. Dengan pisau itulah ia mulai menjambret dan berhasil.


Mulai saat itu kehidupan Kok Lien berubah. Ia sudah memilih kejahatan sebagai profesi. Senjatanya tak sekedar pisau, tapi pistol. Ia pun terkenal sebagai penjahat kelas kakap dan paling dicari di Jakarta dengan nama Anton Medan!


Perjalanan hidup Anton Medan tak sekedar menjadi penjahat profesional. Ia menjadi bandar judi setelah meruntuhkan kekuasaan bandar judi besar bernama Hong Lie. Sebagai bandar judi, pendapatannya satu malam mencapai puluhan juta. Ia menikmati gaya hidup mewah. Tapi ironisnya, kekayaan itu habis pula di dunia judi. Ia frustasi, dan sebagai pelampiasannya justru bermain judi di Genting, Makau, Chistmas, Hongkong maupun Las Vegas. Ia kalah milyaran rupiah. Dalam kebangkrutan itu, ia menemukan hikmah kehidupan yang sangat mendasar. Sejak itulah ia mendalami Islam secara sungguh-sungguh, bahkan di kemudian hari dikenal sebagai da’i.


Mencari Tuhan di Penjara

Sebelum reformasi 1998, mengenai adanya situasi keterbukaan masih jauh dari angan-angan. Tetapi pada masa itu, tahun 1996/1997, Anton Medan sudah mengungkapkan kondisi LP (Lembaga Pemasyarakatan) dengan sangat blak-blakan.


Dia termasuk salah satu pelopor percepatan pentingnya keterbukaan. Cermati fakta-faktanya. Di dalam LP ia belajar membaca dan menulis, dan dalam waktu satu minggu sudah bisa membaca koran.


Di dalam LP pun Anton Medan mencari Tuhan. Berkali-kali pindah agama, dan kini ia adalah seorang juru dakwah terkenal, pemilik/pengasuh sebuah pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan berbasis kewirausahaan untuk SMP dan SMA. Betapa penting mengenali sosok manusia macam ini, yang ternyata dulu sekeluar dari penjara Kuningan, ia mengalami ancaman akan dibunuh “secara misterius” pun diterimanya secara langsung, tetapi dengan satu syarat, dan manakala syarat tersebut dipenuhinya, malah berdampak lanjut dirinya terseret dan masuk ke dalam dunia mafia.


Lebih jauh, seperti yang tertulis dalam biografi Anton Medan; Pergolakan Jiwa Seorang Mantan Terpidana, buah karya S Budhi Raharjo, selepas menetapkan pilihan Islam, ia dipercaya sebagai ketua RW di kampungnya. Sebagai abdi masyarakat, ia bekerja sunguh-sunguh. Bahkan ketika harus berhadapan dengan lurah yang diskriminatif terhadap warganya, ia bersedia melawan dan merelakan jabatan ketua RW yang ia sandang. Atas kesediaan berkorban ini, masyarakat di sekelilingnya makin simpatik padanya.


Demikianlah perjalanan hidup Anton Medan: bila dulu ia dibenci dan dihujat masyarakat, tapi sekarang ia dicintai masyarakat. (int)

Anton Medan Bersyahadat di depan Sopir Pribadinya

Enaknya dipanggil apa Ustadz? Pak Anton, ustadz Anton, atau ustadz Ramdhan Effendi?” Tanya Alhikmah. “Panggil Anton Medan,” jawabnya tegas. Siapa tak kenal Anton Medan?

Mantan penjahat kelas kakap yang menjadi dai, setelah cahaya Islam menyentuh kalbunya. Kini, selain berbisnis baligho dan spanduk, Anton mengelola tiga pondok pesantren yang semuanya dilabeli Pondok Pesantren At Taibin. Salah satunya bertempat di Jl. Kampung Sawah Rt 02/08 Kp. Bulak rata, Kelurahan Pondok Rajeg, Cibinong Bogor.

Anton kecil lahir 52 tahun silam, tepatnya 1 Oktober 1957 di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, dengan nama Cina Tan Kok Liong. “Tan itu marga. Kok itu artinya bangsa. Liong adalah kesuksesan,” jelas Anton kepada Alhikmah.

Anton anak ke-2 dari 17 bersaudara. Ia lahir dari pasangan Usman Effendi (Tan Beng Kiat) dan Teti (Si Abo). Menjelang umur 8 tahun, orang tua Anton mendaftarkannya ke Sekolah Rakyat (SR), jenjang pendidikan setingkat SD saat itu. Namun, hanya sekitar 7 bulan Anton kecil bisa bersekolah. Orang tuanya tak sanggup membiayai pendidikan Anton lebih lanjut.

Sejak itu, Anton belajar menjadi tulang punggung keluarga. Modal uang jelas tak ada. Mengandal ijazah pendidikan, ia pun tak punya. Hanya tekad dan kemauan keras yang membuatnya bertahan. Pekerjaan kasar Anton lakoni, demi memenuhi kebutuhan pokok keluarga besarnya.

Di usia 12 tahun, Anton memulai perjalanan panjangnya. Ia keluar dari rumah, merantau, dan mengais rezeki di Terminal Tebing Tinggi. Ia bekerja sebagai calo, mencari penumpang untuk bis-bis yang beroperasi di terminal itu.

Satu hari, Anton berhasil mengisi sebuah bis yang menjadi langganannya dengan banyak penumpang. Tapi Anton heran, dirinya tidak mendapatkan upah. Saat itu yang menggelayut di benaknya adalah bayangan Ibu, kakak, serta adik-adiknya yang masih kecil. Keluarga yang selalu menantikan kiriman uang dari hasil kerja keras Anton.

Anton pun terlibat perang mulut dengan sang sopir bis. Tanpa sadar ia mengambil sebongkah balok dan menghantamkannya ke kepala sang sopir. Ini menjadi awal baginya berurusan langsung dengan pihak berwajib. Anton berkelit, membela diri karena merasa tak bersalah. Anton hanya ingin mendapatkan haknya yang dirampas sang sopir.

Sebenarnya, Anton muda ingin hidup wajar-wajar saja. Ia tidak ingin melanggar dan berurusan langsung dengan hukum. Namun, kejadian di Terminal Tebing Tinggi berulang. Kali ini di ibu kota Sumatera Utara, Medan. Anton yang beralih profesi sebagai pencuci bis, satu waktu mendapati tempat yang biasa ia jadikan sebagai penyimpanan uang telah sobek.

Ia menduga kejadian ini sengaja dilakukan. Benaknya mulai menerawang. Dugaan jatuh pada orang yang telah ia kenal. Meski demikian, Anton mencoba bersabar, dengan memeringatkan sang pelaku.

Namun, apa yang terjadi? Ia malah dikeroyok hingga babak belur, tanpa seorang temanpun membantu. Padahal orang yang memukulinya sudah dewasa dengan badan tinggi besar.
Anton kalap. Amarahnya memuncak. Diraihnya sebilah sambit parang bergerigi pembelah es, yang berada tak jauh darinya. Tanpa pikir panjang, ia pun membacok orang yang mengambil haknya. Lawan Anton tersungkur, tewas seketika.

Akibat insiden itu, dinginnya dinding penjara harus ia rasakan selama kurang lebih 4 tahun. Anton mendekam di penjara Jl. Tiang Listrik, Binjai. Medan, Sumatera Utara. sang Ibunda hanya menjenguknya sekali saja. Padahal saat itu Anton baru berumur 13 tahun. Usia yang masih belia untuk merasakan pengalaman pahit masuk bui.

Setelah bebas Anton pulang kampung. Ia tidak menyangka keluarga yang dulu ia nafkahi menolak kehadirannya. Keluarga Anton malu memiliki anak mantan narapidana. Selang beberapa jam di rumah, Anton memutuskan angkat kaki.

Terusir dari rumah, Anton memulai petualangannya di rimba Ibu Kota, Jakarta. Bermodalkan seribu rupiah, Anton menyeberangi Selat Sunda menggunakan KM Bogowonto. Tujuan pertama ke Jakarta adalah ingin menemui pamannya yang dianggap bisa membantu kesulitan dia.
Tak disangka, sang paman pun telah mendengar kabar pengalaman pahit yang Anton jalani. Sang paman tidak mau menerima Anton, untuk kedua kalinya Anton kecewa.

Berkenalan dengan dunia hitam
Kecewa oleh keluarga yang tak mau menerima kehadirannya, Anton membulatkan tekad menjadi penjahat. Anton memulainya dari hal-hal kecil seperti menjambret. Setelah bosan, Anton beralih dan merambah usaha penjualan obat-obat terlarang. Merasa tidak betah, Anton banting stir. Kali ini dunia judi yang ia selami.

Ternyata, di jagad bisnis haram nama Anton malah berkibar. Sejak 1985 hingga 1991, Anton begitu melegenda dalam bisnis terlarang itu. Anton mengatakan, sebenarnya ia hanya ingin hidup wajar. Akan tetapi, keadaan telah memaksa Anton melakukan semua ini. “Saya sebenarnya ingin hidup wajar. Tapi keadaan yang membuat saya seperti itu. Coba saya hidup di zamannya khalifah Umar bin Abdul Aziz, saya pasti gak akan pernah dipenjara,” ucapnya membela.

Anton yang telah menghabiskan 18 tahun 7 bulan hidupnya di penjara ini menambahkan, sebenarnya yang berbuat kejahatan yaitu masyarakat itu sendiri. “Yang mendorong kejahatan itu ya masyarakat itu sendiri. Apakah masyarakat pernah peduli dengan saudaranya yang mengalami kesulitan?” sesal Anton. Dulu, kata dia, banyak rekan-rekannya sesama narapidana yang melakukan tindak kejahatan karena terdorong himpitan hidup.

Menemukan Islam
Anton sejak lahir memeluk Budha. Agama yang telah dianut leluhurnya sejak lama. Anton memiliki perjalanan panjang tentang kisahnya berkenalan dengan Islam. Sebelum memeluk Islam, Anton terlebih dahulu hijrah ke agama Kristen. Di agama Kristen, Ia sempat bertahan 4 tahun.

Kedua agama itu membuat Anton tidak betah. Ia jengah, Budha dan Kristen tidak menghilangkan dahaganya akan pertanyaan tentang Ketuhanan dan implementasinya dalam kehidupan. “Agama yang benar itu logis. Sesuai dengan akal sehat manusia, dan tidak diskriminatif terhadap umatnya,” papar Anton.

Pernah suatu waktu Anton kecil bertanya pada ibunya saat hari raya umat Budha tiba. “Ibu, mengapa kita tidak merayakan di Klenteng?” Tanya Anton polos. Sang Ibu kemudian menjawab,”Jangan, Ibu malu dengan keadaan (miskin_red) kita nak,” sahut sang Ibu.

Begitu juga dengan Kristen. Anton menilai Bible tidak masuk akal. “Coba lihat Matius:46. Di sana dikisahkan ketika Yesus disalib ia berkata, Eli..Eli..Eli.. Lama sabakhtani. Yang artinya Tuhan, Tuhan, Tuhan, jangan tinggalkan aku. Masa Tuhan minta pertolongan sama Tuhan?” sanggahnya. “Tapi dalam Islam lihat Al Ikhlas, di sana sudah pasti,” tambah Anton.

Perkenalan Anton dengan Islam dimulai saat Ia mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang Jakarta, Anton mengenal napi dengan latar belakang tindak melawan hukum yang berbeda. Salah satunya adalah para napi yang dipenjara karena rezim otoriter Soeharto. Napi-napi tersebut adalah para aktivis mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan berbasis Islam.

Anton heran ketika memerhatikan mereka bisa hidup tenang seolah bukan di penjara. Anton menyimpulkan, ketenangan itu datang dari kalbu yang selalu disirami oleh sejuknya nilai-nilai ibadah. Anton mulai kepincut oleh Islam. Di sana ia mulai berdiskusi, membuka obrolan keIslaman dengan para napi yang ternyata aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). “Diantaranya Sofyan Panigoro dan Mukhtar Sindang,” kenang Anton.

Ternyata, dari Cipinang ia harus pindah. Anton dimutasi ke LP Kosambi, Cirebon. Di sana ia memelajari Islam dari salah seorang tokoh pergerakan berlatarbelakang Persis, bernama Oni, asal kota seribu santri, Tasikmalaya.

Karena banyak berdiskusi Anton mengalami keraguan. Kurang lebih tujuh tahun hatinya gundah. Setelah keluar dari penjara Anton tidak bisa menghilangkan kebiasaan barunya, untuk berdiskusi mengenai agama. Kini, sopir pribadinya yang mengaku Ahlussunnah waljamaah yang setia menjadi teman diskusi Anton.

Keraguan Anton memuncak, tatkala mengetahui keragaman pandangan pandangan di tubuh Islam. “Kok Islam banyak macamnya?” Kenang Anton.

Namun, Tuhan berkehendak lain. Pikiran Anton yang digelayuti keraguan mulai terbuka. Ia berusaha menyerap dan menggabungkan ajaran-ajaran Islam yang dipelajarinya. “Dari orang Muhammadiyah saya belajar mengenai Islam yang dikaitkan dengan sosial dan ekonomi. Dari Persis saya belajar mengenai hukum-hukum Islam. Dan dari sopir saya mengenai tata cara ibadah,” terangnya.

Banyak versi mengatakan Anton masuk Islam di penjara. Ada pula yang mengatakan Anton memeluk Islam dihadapan dan dibimbing langsung oleh KH. Zainuddin MZ. Tapi Anton membantah itu semua. “Saya mengucapkan dua kalimat syahadat di depan sopir pribadi saya, namanya ustadz Torehan” sanggahnya kepada Alhikmah.

Anton pun kemudian memilih nama Muhammad Ramdhan Effendi. Nama itu dipilih Anton, karena Muhammad adalah rasul mulia umat Islam. Ramdhan menjadi nama tengahnya karena ia memeluk agama Allah SWT, saat bulan Ramadhan di tahun 1992. Sedangkan Effendi adalah nama pribumi bapaknya.

Kini, dai yang sejak 1994 berdakwah dari penjara ke penjara itu memiliki kehidupan baru. Kehidupan yang dipenuhi ketenangan cahaya Islam. Anton yang telah berceramah ke 451 rutan dan LP di tanah air memiliki sebuah cita-cita mulia. “Saya berharap Allah SWT. memberikan kesempatan kepada saya untuk membina kader dakwah yang Insya Allah berkualitas dan dapat bermanfaat di masyarakat,” harap Anton menutup perbincangan./alhikmahonline. 
  


Saya Tak Minta Masuk Surga
BALOI- Setiap kejadian yang menimpa anak manusia adalah ujian dari Allah SWT, termasuk warga binaan rumah tahanan (Rutan) Kelas IIA Batam, Baloi, yang saat ini sedang menjalani cobaan dan ujian hidup. Apa yang dijalan para narapidana (napi) saat ini harus menjadi motivasi dan hikmah dari setiap yang kita lakukan agar kelak bisa hidup lebih baik.
"Tak seorang pun bisa mengetahui nasib yang akan terjadi kelak kecuali berusaha menjadi lebih baik, agar kelak bisa menyongsong masa depan yang lebih baik. Intinya memacu diri dengan belajar dan mau berbuat serta doa dengan ikhlas," tutur Anton Medan dalam ceramahnya yang digelar di Rutan Batam, Selasa (21/9).

Pria yang pernah menjadi narapidana dalam kasus kriminal, mengisahkan berbagai perjalanan panjangnya hidupnya saat menghuni lembaga pemasyarakatan (Lapas). Karena tekad dan keinginannya yang besar, dia akhirnya memilih jalan hidup menjadi penceramah atau ustadz agar bermanfaat bagi orang lain.

Menjadi lebih baik tentunya tidak semudah membalik telapak tangan, penuh perjuangan dan tantangan. Kuncinya belajar dan belajar mendalami ilmu yang bermanfaat agar kelak bermanfaat bagi semua mahluk. Bahkan saat dia pergi menunaikan ibadah Haji ke Mekah dan 16 kali Umrah, yang dimintanya tidak ada lain hanya diberikan kesehatan dan hidup bermanfaat bagi orang lain.

"Saya tidak minta harta dan kekayaan juga tidak minta agar kelak masuk surga. Yang saya minta hanya agar hidup saya bisa  bermanfaat bagi semua orang," ucapanya di hadapan ratusan warga binaan Rutan Batam, yang sepontan disambut riuh tepuk tangan dan ucapan Amin.

Dia menuturkan, apa yang dialaminya saat ini bisa terjadi pada siapa saja termasuk napi di Rutan Baloi, asalkan punya tekad dan niat mau mengasah diri dengan belajar dan terus belajar tanpa menyerah. Meski hidup di sebuah ruang terbatas tapi jangan membuatnya berkecil hati, justru di ruang terbatas ini seharus bisa menjadikan kita lebih berintropseksi diri untuk memacu kehidupan yang lebih baik kelak.

Penjara jangan dijadikan hambatan untuk berkarya dan mengasah diri agar terus belajar. Boleh saja fisik dan ruang gerak kita dibatasi, namun akal dan pikiran kita tak bisa dibatasi oleh apapun. Anton juga mengisahkan tentang sosok Soekarno Presiden RI pertama, dia pernah mengatakan penjara adalah universitas yang paling besar. Karena di dalam penjara dia bisa manfaatkannya untuk belar, dengan demikian bisa melahirkan karya-karya besar. Tokoh lainnya seperti Buya Hamka, di dalam penjara banyak melahirkan karya-karya tulisan yang sangat bermakna.

Begitu juga Nelson Mandela pejuang kemanusiaan berkulit hitam di Afrika Selatan, selama 27 tahun beliau dipenjara menjadi tahanan politik, tapi pikirannya terus diasah di balik jeruji besi. Berkat kegigihannya dalam berjuang dan belajar di dalam penjara, setelah keluar dia menjadi orang nomor satu di negara yang baru saja menggelar pesta Piala Dunia olah raga bergengsi, Juni lalu.

"Jangan menyerah dengan keadaan, ayo pacu untuk maju. Karena diri kita sendiri yang menentukan langkah kita selanjutnya. Allah SWT, sayang terhadap kita semua tanpa melihat perbedaan dan latarbelakang kita," ujarnya. Yang membedakan kita dengan mahluk lainnya adalah ketakwaan. Hanya ketakwaan kita yang berbeda di mata Tuhan.

Senada juga ditambahkan Joni Indo mantan napi yang juga sahabat karib Anton, dia mengatakan tak ada niat lain berceramah keliling Rutan dan Lapas di Indonesia, selain memberikan motivasi dan menyemangati para napi dan mantan napi. Bahwa mereka yang hidup di dalam Lapas dan Rutan juga bisa meraih masa depan yang lebih baik.

"Masih ada harapan itu, asal kita mau berusaha. Ingat Tuhan tidak pernah menutup pintau bagi hamba-Nya yang mau berbuat dan memperbaiki diri, Tuhan selalu memberikan jalan terbaik bagi hamba-hamba yang betobat," ungkapnya.

Diakuinya saat ini sudah 460 Rutan dan Lapas se-Indonesia dijelajahinya, bahkan ceramahnya itu hingga ke kampus-kampus. "Insya Allah dalam waktu dekat ini juga saya akan berikan ceramah di Malaysia," ujar Joni mengakhiri.

Jauhi Judi dan Narkoba
=======================
Selain ceramah di Rutan, Anton Medan juga ceramah dalam tabligh akbar dan halal bihalal di Masjid Al-Khoir, Perumahan Anggrek Mas Batam Centre, Senin (20/9) malam.

Mantan narapidana yang sering keluar masuk penjara ini
mengajak masyarakat Batam  menjauhi judi. Sebab judi merupakan salah satu penyakit masyarakat yang membuat ekonomi keluarga menjadi hancur. Karena judi orang nekat merampok, membunuh dan menjadikan keluarga berantakan.

"Kita ingatkan kepada masyarakat Batam jangan bermain judi. Tidak ada orang yang kaya dari judi, dan tidak ada bandar judi yang merugi," ungkapnya..

Selain judi, dua penyakit sosial lain yang tumbuh subur di Batam, menurut Anton adalah pelacuran dan narkoba. Merajalelanya pelacuran yang merupakan penyakit sosial yang sangat tua di dunia ini, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memberantasnya.

Tidak ada cita-cita seseorang untuk menjadi pelacur, melainkan salah satunya akibat kemiskinan yang menimpa keluarganya. Kesejahteraan ekonomi masyarakat harus menjadi perhatian pemerintah untuk dapat memberantas merajalelanya pelacuran di Batam.

Begitupun dengan narkoba, yang dapat merusak masa depan para generasi muda. Tidak sedikit kasus-kasus narkoba yang terjadi di Batam, yang menunjukkan suburnya peredaran narkoba, terutama di kalangan remaja.

"Untuk menilai seorang pemimpin yang bertanggung jawab, tidak perlu dilihat dari berapa kali ia sholat, ikut pengajian ataupun ibadah lainnya. Cukup dengan melihat kondisi kesejahteraan masyarakatnya, kesehatan warga dan tegaknya keadilan bagi semua," tegasnya.

Dalam ceramahnya, Anton Medan juga menceritakan pengalamanya selama 18 tahun 7 bulan keluar masuk dari penjara. Seperti penjara di Cipinang, Sukamiskin, Nusa Kambangan dan lainnya. Pengalaman di penjara sudah ia dapatkan saat usianya baru 12 tahun dan divonis 4 tahun penjara akibat perbuatannya. Baru keluar beberapa hari, ia pun kemudian masuk lagi ke penjara hingga beberapa kali akibat perbuatannya.

Namun berkat penjara juga, akhirnya ia memperoleh hidayah dan menjadi muallaf dengan masuk Islam pada 1992. Tiga hari kemudian, ia pun langsung menunaikan umroh dan kemudian haji pada 1993. Hingga saat ini, ia sudah menunaikan umroh sebanyak 16 kali.

Pengalaman tidak jauh berbeda, juga diceritakan mantan narapidana lainnya yang akhirnya menekuni dunia dakwah, Johnny Indo yang juga dihadirkan sebagai penceramah dalam kegiatan tersebut. Dalam ceramahnya, Johnny Indo mengajak masyarakat Batam untuk memelihara kerukunan umat beragama.

Kerukunan ini dapat terwujud, jika adanya sikap saling menghormati antar sesama pemeluk agama dalam menjalankan ibadahnya. Dan juga menghormati adat ataupun budaya di mana kita berada.

"Di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung, namun kalau perbuatannya sudah keterlaluan segera laporkan ke polisi," ujar pria berdarah Belanda dan Indonesia didepan Asisten II Pemko Batam, Syamsul Bahrum, pejabat Otorita Batam dan ratusan jamaah yang hadir dalam acara tersebut. (sm/ts/sn) 

Jika Anda suka artikel ini, BLOG-C akan kirim langsung ke alamat email Anda.
Silahkan masukkan alamat email Anda, kemudian klik "Subcribe" :



Lihat juga artikel BLOG - C dibawah ini :
  1. Kisah Nabi ISA AS 
  2. Kisah Aisyah Binti Abu Bakar Rha 
  3. Kisah Maimunah Binti Al-Harits Rha 
  4. Kisah Juwairiyah Binti Al-Harits Rha 
  5. Kisah Zainab Binti Jahsy Rha 
  6. Kisah Siti Khadijah Khuwailid Rha 
  7. Kisah Saudah Binti Zamah Rha 
  8. Kisah Hafsoh Binti Umar Rha 
  9. Kisah Shafiyyah Binti Huyai Rha 
  10. Kisah Ummu Salamah Rha 
  11. Kisah Ummu Habibah Rha 
  12. Kisah Abdullah Bin jafar 
  13. Kisah Hasan Ra, Husein Ra, dan Abdullah Bin Jafar Ra 
  14. Kisah Syeikh Malik Bin Dinnar Rah 
  15. Kisah Imam Ahmad Bin Hambal Rah 
  16. Kisah Imam Abu Hanifah Rah 
  17. Kisah Imam Malik Rah 
  18. Kisah Imam Muslim Rah 
  19. Kisah Imam Al-Bukhari Rah 
  20. Kisah Imam Syafi'i Rah 
  21. Kisah Syeikh Maulana Ilyas 
  22. Kisah Syeikh Muhammad Zakaria 
  23. Jalan tobat sang rocker 
  24. Kapolda Berdakwah Polisi dapat hidayah 
  25. Kisah Cat Steven AKA 
  26. Kisah HENGKI TORNANDO 
  27. Anton Medan, Mantan Rampok & Bandar Judi yang Jadi Da'i 
  28. Kisah Pentolan Grup Metal "Irvan Rotor" 
  29. Sakti eks Gitaris So7 ganti nama Islami dan kembali bermusik 
  30. Perjalanan Religi Sakti So7

Post a Comment

If you can't commemt, try using Chrome instead.