Salat sunnah Isyraq

December 22, 2010 ・0 comments

Tanya : Shalat Isyraq

Assalammualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Ikhwah/ihwati fillah yg dirahmati ALLAH.SWT
ana mau tanya tentang shalat sunah isyrak/syuruq. waktunya kpn?hadistnya
apa?sama tidak dengan sholat fajar?

Syukran Katsiran, Jazakallah.

Wassalammualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
-----------------------------------------------------------------

Waalaikumussalah warahmatullahi wabarakatuh.

Shalat Isyraq adalah shalat yang dikerjakan ketika AWAL waktu shalat dhuha, dimana awal waktu shalat dhuha itu dimulai denga terbitnya matahari. Telah tsabit (tetap) penamaan shalat ini dari ibnu abbas.

Shalat isyraq ini berbeda dengan shalat fajar. adapun yang dimaksud shalat fajar adalah shalat sunnah rawatib dua rakaat sebelum shubuh.

Dalil pensyariatan shalat israq adalah:

Rasulullah bersabda: 

مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ جَلَسَ يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، فَهُوَ بِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّة تَامَّة تَامَّة

"barangsiapa mengerjakan shalat shubuh berjamaah di masjid, KEMUDIAN ia tetap berdiam didalamnya hingga ia mengerjakan shalat dhuha, maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berhaji atau umrah dengan haji dan umrah yang sempurna. (HR Thabrani)

Dalam riwayat lain:
Barangsiapa mengerjakan shalat shubuh berjamaah, kemudian ia duduk dan berdzikir kepada allah hingga terbitnya matahari, lalu mengerjakan shalat dua rakaat, maka ia dapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah, sempurna, sempurna, dan sempurna (HR Tirmidzi)

Wallahu a'lam bish shawab.


Rujukan : Sifat Shalat-Shalat Sunnah Nabi, DR Muhammad bin Umar bin Salim
Bazmul.

Al-Faqir ila ‘Maghfirati Rabbih
Abu Abdirrahman

 Masalah Shalat Syuruq

  • Isyraq syuruq berasal dari kata syarq yang maknanya timur, terbit, menerangi. Sedangkan istilah "shalat Isyraq" atau shOlat syuruq sering disebut-sebut Oleh para ulama kalangan Asy-Syafi’iyah sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab mereka terutama dalam kaitan pembahasan shalat dhuha.
  • Dalam kitab Ihya disebutkan bahwa shalat Isyraq itu bentuknya adalah shalat sunnah dengan 2 rakaat. Dilakukan setelah matahari terbit dan sesaat setelah hilangnya waktu karahah (yang diharamkan untuk shalat). Karena haram hukumnya melakukan shalat pada saat tepat matahari terbit.
  • Dalam kitab Ihya menunjukkan bahwa shalat Isyraq adalah sebuah shalat yang berbeda dengan shalat dhuha.

Shalat Isyraq

Shalat Isyraq adalah permulaan shalat Dhuha, di mana waktu shalat Dhuha itu dimulai dari terbitnya matahari.

Penetapan penamaan shalat ini pada waktu shalat Dhuha sebagai shalat Isyraq diperoleh dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu.

Dari Abdullah bin Al-Harits bin Naufal, bahwa Ibnu Abbas tidak shalat Dhuha. Dia bercerita, lalu aku membawanya menemui Ummu Hani’ dan kukatakan : “Beritahukan kepadanya apa yang telah engkau beritahukan kepdaku”. Lalu Ummu Hani berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk ke rumahku untuk menemuiku pada hari pembebasan kota Mekkah, lalu beliau minta dibawakan air, lalu beliau menuangkan ke dalam mangkuk besar, lalu minta dibawakan selembar kain, kemudian beliau memasangnya sebagai tabir antara diriku dan beliau. Selanjutnya, beliau mandi dan setelah itu beliau menyiramkan ke sudut rumah. Baru kemudian beliau mengerjakan shalat delapan rakaat, yang saat itu adalah waktu Dhuha, berdiri, ruku, sujud, dan duduknya adalah sama, yang saling berdekatan sebagian dengan sebagian yang lainnya”. Kemudian Ibnu Abbas keluar seraya berkata : “Aku pernah membaca di antara dua papan, aku tidak pernah mengenal shalat Dhuha kecuali sekarang.

“Artinya : Untuk bertasbih bersamanya (Dawud) di waktu petang dan pagi” [Shaad : 18]

Dan aku pernah bertanya : “Mana shalat Isyraq ?” Dan setelah itu dia berkata : “Itulah shalat Isyraq” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabari di dalam Tafsirnya dan Al-Hakim [1]

Mengenai keutamaan shalat Dhuha di awal waktunya yang ia adalah shalat Isyraq, telah diriwayatkan beberapa hadits berikut ini.

Dari Abu Umamah, dia bercerita, Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa mengerjakan shalat Shubuh di masjid dengan berjama’ah, lalu dia tetap diam di sana sampai dia mengerjakan shalat Dhuha, maka baginya seperti pahala orang yang menunaikan ibadah haji atau umrah, (yang sempurna haji dan umrhanya)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani]

Dan di dalam sebuah riwayat disebutkan.

“Artinya : Barangsiapa mengerjakan shalat Shubuh berjama’ah, lalu dia duduk sambil berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit …” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani] [2]


[Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]
_________
Foote Note
[1]. Atsar hasan lighairihi. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam Tafsirnya XXIII/138 –al-Fikr dari dua jalan.

Pertama :
Dari Mus’ar bin Abdul Karim, dari Musa bin Abi Katsir, dari Ibnu Abbas .. yang senada dengannya. Di dalam sanadnya ini terdapat inqitha : Musa bin Abi Katsir tidak pernah mendengar dari Ibnu Abbas. Lihat kitab At-Taqriib hal. 553, dimana dia menempatkannya di tingkatan ke enam, dan mereka itu adalah orang-orang yang tidak ditetapkan pertemuan mereka dengan salah seorang sahabat, sebagaimana yang ditegaskan di dalam mukadimah.

Kedua.
Dari Sa’id bin Abi Arubah, dari Abul Mutawakkil, dari Ayyub bin Shafwan, dari Abdullah bin Al-Harits bin Naufal bahwa Ibnu Abbas … dan seterusnya.

Di dalam sanadnya terdapat Sa’id, seorang muadllis lagi telah mengalami pencampuran (ikhtilath). Abul Mutawakkil adalah Al-Mutawakkil. Biografinya ada di dalam Al-Jarh wat Ta’diil (VIII/372, di mana padanya tidak disebutkan jarh dan ta’dil. Dan biografinya ada di dalam kitab, Ta’jiilul Manfa’ah hal. 391, dan telah ditetapkan tentang kemuliaannya. Dan ketetapan tersebut dinukil dari Abu Hatim. Tetapi tidak demikian di dalam kitabnya. Bisa jadi terjadi kekeliruan pandangan ada biografi berikut di dalam kitabnya, Al-Jarh wat Ta’diil. Wallahu a’lam.

Ayyub memiliki biografi di dalam kitab, Al-Jarh wa Ta’diil II/250, dan tidak disebutkan jarh dan ta’dil pada dirinya.

Juga diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak (tha/53), melalui jalan Sa’id bin Abi Arubah,dari Ayyub bin Shafwan, dari Abdullah bin Al-Harits bahwa Ibnu Abbas … dan seterusnya.

Dapat saya katakan, di dalam sanadnya terdapat Sa’id dan Ayyub, dan tidak disebutkan nama Al-Mutawakkil. Dan ini merupakan bentuk takhlith (percampur adukan) yang dilakukan oleh Sa’id.

Dengan kedua sanad di atas, atsar ini naik ke tingkat hasan lighairihi.
Ketetapan tersebut semakin kuat oleh beberapa syahd berikut ini.

[a]. Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq di dalam kitab Al-Mushannaf III/79, dari Ma’mar, dari Atha Al-Khurasani, dia bercerita, Ibnu Abbas pernah berkata : “Di dalam diriku masih terus dihinggapi sedikit keraguan sehingga aku membaca.

“Artinya : Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersamanya (Dawud) di waktu petang dan pagi” [Shaad : 18]

Dapat saya katakan, ini adalah sanda hasan kepada Atha, hanya saja riwayat Atha dari para sahabat itu bersifat mursal munqathi [Tahdziibut Tahdziib VII/212]

[b]. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Mu’jamul Kabiir XXIV/406. Juga di dalam kitab Al-Ausath VI/63-64-Majma’ul Bahrain melalui jalan Abu Bakar Al-Hadzali dari Atha bin Abi Rabah, dari Ibnu Abbas dia bercerita : “Aku pernah diperintahkan melalui ayat ini, tetapi aku tidak mengerti apa itu Al-Asyiyyi wal Al-Isyraaq, sehingga Ummu Hani binti Abi Thalib memberitahuku bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemuinya, lalu minta dibawakan air di dalam mengkuk besar, seakan-akan aku melihat bekas adonan di dalamnya, lalu beliau berwudhu’, untuk selanjutnya beliau berdiri dan mengerjakan shalat Dhuha. Kemudian beliau berkata : “Wahai Ummu Hani, ini adalah shalat Isyraq”

Dapat saya katakana, Abu baker Al-Hadzali adalah seorang yang haditsnya matruk, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab At-Taqriib, hal. 625. Dan perafa’annya adalah munkar. Dan yang benar adalah mauquf.

[c]. Dan disana terdapat beberapa syahid lainnya yang disebutkan oleh As-Suyuthi di dalam kitab, Ad-Durrul Mantsuur, VII/150-151. Dan lihat juga, Al-Mushannaf, Ibnu Abi Syaibah II/407-408

[2]. Hadits hasan. Yang takhrijnya akan diberikan pada pembahasan selanjutnya tentang shalat Dhuha

Lihat juga artikel BLOG - C dibawah ini :
  1. Kisah Nabi ISA AS 
  2. Kisah Aisyah Binti Abu Bakar Rha 
  3. Kisah Maimunah Binti Al-Harits Rha 
  4. Kisah Juwairiyah Binti Al-Harits Rha 
  5. Kisah Zainab Binti Jahsy Rha 
  6. Kisah Siti Khadijah Khuwailid Rha 
  7. Kisah Saudah Binti Zamah Rha 
  8. Kisah Hafsoh Binti Umar Rha 
  9. Kisah Shafiyyah Binti Huyai Rha 
  10. Kisah Ummu Salamah Rha 
  11. Kisah Ummu Habibah Rha 
  12. Kisah Abdullah Bin jafar 
  13. Kisah Hasan Ra, Husein Ra, dan Abdullah Bin Jafar Ra 
  14. Kisah Syeikh Malik Bin Dinnar Rah 
  15. Kisah Imam Ahmad Bin Hambal Rah 
  16. Kisah Imam Abu Hanifah Rah 
  17. Kisah Imam Malik Rah 
  18. Kisah Imam Muslim Rah 
  19. Kisah Imam Al-Bukhari Rah 
  20. Kisah Imam Syafi'i Rah 
  21. Kisah Syeikh Maulana Ilyas 
  22. Kisah Syeikh Muhammad Zakaria 
  23. Jalan tobat sang rocker 
  24. Kapolda Berdakwah Polisi dapat hidayah 
  25. Kisah Cat Steven AKA 
  26. Kisah HENGKI TORNANDO 
  27. Anton Medan, Mantan Rampok & Bandar Judi yang Jadi Da'i 
  28. Kisah Pentolan Grup Metal "Irvan Rotor" 
  29. Sakti eks Gitaris So7 ganti nama Islami dan kembali bermusik 
  30. Perjalanan Religi Sakti So7

Post a Comment

If you can't commemt, try using Chrome instead.